Lombok Utara – Ketua DPRD Kabupaten Lombok Utara menghadiri rapat paripurna penyampaian pandangan umum fraksi terhadap Nota Keuangan dan Rancangan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025, Senin (23/9/2025).
Dalam rapat yang berlangsung di Ruang Sidang Utama DPRD tersebut, juru bicara Gabungan Fraksi Keadilan Nasional, PKB, dan PBB, Jaka Abdillah, menyampaikan sejumlah catatan kritis dan apresiasi terhadap struktur pendapatan dan belanja daerah yang diajukan oleh eksekutif.
“Atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk menyampaikan pandangan umum fraksi, kami ucapkan terima kasih kepada pimpinan rapat,” buka Jaja dalam penyampaiannya.
Pendapatan Daerah: Peningkatan yang Kontras
Gabungan fraksi mengapresiasi adanya peningkatan total pendapatan daerah sebesar kurang lebih Rp17 miliar, yang membawa total proyeksi pendapatan daerah menjadi Rp1,167 triliun. Namun demikian, fraksi menilai bahwa kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hanya sebesar Rp721 juta atau sekitar 0,2% adalah sinyal bahaya.
“Ini bukan capaian membanggakan. Ini adalah peringatan keras,” tegas Jaja. Ia menilai bahwa sektor-sektor unggulan daerah seperti pariwisata dan pertanian belum digarap maksimal untuk meningkatkan PAD.
Fraksi juga menyoroti ketergantungan yang tinggi terhadap pendapatan transfer dan pos lain-lain pendapatan sah, yang mengalami lonjakan Rp26 miliar. Namun, fraksi memperingatkan bahwa angka ini bersifat insidentil dan rawan tidak terealisasi.
Belanja Daerah: Prioritas Dipertanyakan
Dari sisi belanja, Gabungan Fraksi mencermati adanya lonjakan pengeluaran daerah hingga Rp127 miliar. Kenaikan ini jauh lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan, yang menurut fraksi berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan dalam struktur APBD.
“Apakah belanja kita masih sesuai dengan prioritas dan kebutuhan masyarakat?” tanya Jaja kritis.
Pihaknya juga menyoroti bahwa dari kenaikan tersebut, belanja operasional menyerap Rp92 miliar—mayoritas untuk belanja pegawai serta barang dan jasa. Fraksi menegaskan bahwa anggaran tidak boleh habis untuk membiayai birokrasi saja, sementara kebutuhan langsung masyarakat seperti infrastruktur dan layanan publik justru dikesampingkan.
Mereka juga meminta kejelasan atas pengurangan belanja hibah hingga Rp22 miliar, karena hal ini akan berdampak pada lembaga sosial, keagamaan, dan pendidikan nonformal.
Namun demikian, fraksi tetap memberikan apresiasi terhadap peningkatan belanja modal di sektor infrastruktur, pembangunan gedung, dan irigasi.
Kemiskinan Menurun, Tapi Lapangan Kerja Jadi Sorotan
Gabungan Fraksi turut menyambut baik penurunan angka kemiskinan sebesar 3,22%. Meski demikian, mereka menekankan bahwa penurunan ini harus diiringi dengan penciptaan lapangan kerja baru sebagai solusi jangka panjang.
“Kami mendesak pemerintah daerah untuk lebih serius membuka akses pekerjaan bagi masyarakat,” tutup Jaja Abdullah.
Rapat paripurna ini menjadi bagian penting dalam rangkaian pembahasan perubahan APBD 2025, yang akan dilanjutkan dengan tanggapan Bupati dan pendalaman lebih lanjut melalui pembahasan di tingkat komisi.
0 Komentar